Komunikasi Bencana
Dalam Membangun Sinergitas Pentahelix Bencana
Indonesia Dalam Lingkaran Bencana
Indonesia yang merupakan daerah terjadinya titik temu antar 3 lempeng tektonik yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Hindia-Australia. Hal ini pula yang mengancam hampir seluruh wilayah Kepulauan Indonesia terhadap bencana gempa bumi baik dalam skala kecil hingga skala besar yang merusak. Hanya di Pulau Kalimantan bagian barat, tengah, dan selatan sumber potensi gempa bumi minim ditemukan atau tidak ditemukan sama sekali, meskipun masih dapat terasa dari goncangan yang berasal dari sumber gempa di wilayah Laut Jawa dan Selat Makassa. Hal ini diikuti dengan letak geografis Indonesia yang berada di gugusan gunung berapi (Ring of Fire) yang menyebabkan kondisi di indonesia rentan terhadap bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, dan berbagai jenis bencana geologi lainnya, kerusakan dan pencemaran lingkungan yang dilakukan manusia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang sangat rawan bencana. Indonesia juga terletak di garis khatulistiwa sehingga wilayahnya beriklim tropis. Akibatnya, dengan posisi geografis seperti ini yang membuat Indonesia hanya memiliki dua musim, yaitu : musim penghujan dan musim kemarau. Pada saat musim penghujan apabila curah hujan tinggi, kondisi ini dapat memicu terjadinya banjir, tanah longsor, angin kencang, dan putting beliung. Sedangkan pada musim kemarau dan curah hujan rendah dapat mengakibatkan bencana kekeringan, kebakaran hutan dan lahan.
Menurut faktor penyebabnya, bencana dibagi menjadi 3 yaitu : bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Sedangkan bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
Ada peningkatan kejadian bencana di Indonesia antara tahun 2018 dan 2019. Dalam laporan BNPB, menyebutkan bahwa pada tahun 2018 per 7 februari ada sekitar 320 kali bencana. Sedangkan pada tahun 2019 pada tanggal yang sama ada sekitar 477 kejadian bencana. Artinya diprediksi akan terus adanya peningkatan kejadian bencana di tahun 2019. Bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, hingga puting beliung masih mendominasi. Menurut BNPB, selama tahun 2019 diprediksi akan lebih dari 2500 kejadian bencana di seluruh wilayah Indonesia. Namun, bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, hingga puting beliung masih mendominasi. Prediksi ini semata mata sebagai wujud kepedulian dan bentuk antisipasi sehingga kesiapsiagaan dan mitigasi terhadap bencana dapat ditingkatkan.
Manajemen Penanggulangan Bencana Nasional
Manajemen dan dasar penanggulangan bencana diperlukan sebuah sistem semestinya membutuhkan fungsi penanggulangan yang kompleks dengan kemampuan yang heterogen. Artinya, peran masing masing individu dibutuhkan dalam penanggulangan bencana. Mahasiswa memiliki tanggung jawab moral dan tanggung jawab sosial yang dijawantahkan kedalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. Pengabdian masyarakat menjadi salah satu dari wadah kita sebagai mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu kita kepada masyarakat. Manajemen dan dasar-dasar Penanggulangan Bencana (PB) seharusnya dapat diketahui dan dimengerti oleh orang banyak. Secara publik, informasi semacam itu setidaknya perlu pencerdasan kepada masyarakat begitupun kepada diri kita sendiri. Menyikapi adanya peningkatan frekuensi kebencanaan yang terus meningkat setiap tahun, pemikiran tentang penanggulangan bencana harus dipahami dan diimplementasikan oleh semua pihak. Bencana tak hanya urusan pemerintah, bencana juga urusan kita. Salah satu sub sistem dalam sistem nasional penanggulangan bencana yang menjelaskan mengenai peraturan-peraturan perundangan yang berkaitan dengan penanggulangan bencana di Indonesia.
Faktor penting yang memperparah risiko bencana adalah kapasitas. Definisi kapasitas yakni kemampuan sumber daya dalam menghadapi ancaman atau bahaya. Semakin tinggi kapasitas maka risiko bencana makin kecil. Dengan kata lain apabila seluruh kapasitas berjalan optimal maka risiko bencana dapat diminimalisir. Ilustrasinya adalah risiko bencana dapat diperkecil apabila Badan Penanggulangan Bencana Daerah bekerja optimal berkat tatanan personil dan masyarakat yang terlatih, didukung sarana dan prasarana yang memadai dan teknologi serta dilengkapi dengan manajemen bencana yang handal.
Komunikasi Bencana
Disiplin ilmu komunikasi massa yang terpengaruh langsung dengan penemuan kertas dan mesin cetak. Selain itu, kehadiran radio dan televisi juga turut mewarnai perkembangan dunia media informasi. Tak lama kemudian hadirnya revolusi di bidang teknologi informasi yakni melalui medium internet juga menjadi tantangan tersendiri bagi praktisi media. Selain itu praktek yang dilakukan oleh para pegiat media di era global juga mendapat tantangan terkait peningkatan kesadaran masyarakat sebagai pengaruh dari hadirnya teknologi komunikasi yang canggih. Teknologi komunikasi membuat informasi makin cepat tersebar secara multi platform dan ini mendorong masyarakat lebih cepat menangkap isu (issue). Tentu saja ini adalah pekerjaan besar bagi dunia media untuk bisa menangani strategi komunikasi. Teknologi komunikasi seiring pertumbuhan teknologi informasi sangat mempengaruhi praktek kehumasan. Hal ini memunculkan tantangan sekaligus peluang.
Menurut Paul A. Argentie (2009), menentukan saluran komunikasi yang tepat bagi organisasi adalah hal yang lebih sulit dibanding dengan individu. Paul membagi saluran komunikasi dalam dua bentuk yakni saluran komunikasi lama berupa lisan dan tulisan, serta saluran baru yakni fax, e-mail, voice mail, konferensi web, konferensi video, situs web eksternal, intranet, blog dan situs jejaring sosial. Perkembangan teknologi yang mengembangkan mekanisme baru penyebaran informasi membuat fungsi Humas berevolusi menjadi kelompok profesional yang membantu organisasi mengirimkan pesan mereka dengan cepat, jujur dan kepada media yang benar.
Termasuk di dalamnya urusan komunikasi bencana baik pra, saat, maupun pasca kejadian bencana. Namun sayang, komunikasi bencana seringkali disandingkan dengan komunikasi krisis dan manajemen krisis. Di satu sisi, komunikasi bencana begitu menariknya apabila dibahas dari sisi media karena tentu tak lepas dari fungsi media massa itu sendiri yaitu mewartakan, mengabarkan, memberi update, dan yang utama mencegah terjadinya kembali bencana.
Untuk kasus-kasus khusus di mana perlu komunikasi lebih intensif dengan masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana, maka perlu strategi khusus untuk menyampaikan informasi bencana. Bagi warga yang tinggal di wilayah yang memiliki potensi bencana, khususnya bencana alam maka perlu strategi untuk menyiapkan mereka agar mereka waspada, agar bisa menghindari bencana, atau agar mereka siap menghadapi bencana dan mengurangi kerugian yang diderita. Untuk mempersiapkan warga menghadapi bencana maka perlu komunikasi sosial yang melibatkan masyarakat. Komunikasi sosial sangat diperlukan bagi warga masyarakat di daerah rawan bencana. Komunikasi sosial adalah bidang studi komunikasi yang mengeksplorasi bagaimana informasi dapat diterima, ditransmisikan, dan dipahami serta dampaknya terhadap masyarakat. Sangat dipercaya bahwa melalui komunikasi sosial yang tepat maka bencana dapat diminimalisir.
Sesungguhnya kajian utama dari komunikasi bencana adalah bagaimana mengatur media massa sebagai salah satu elemen penanggulangan bencana, karena media massa berperan besar untuk mengurangi risiko bencana. Komunikasi bencana juga berarti kajian tentang bagaimana menyampaikan sebuah informasi bencana, selain itu juga mendesain koordinasi komunikasi antar kelompok, pegiat kemanusiaan dan lembaga penanggulangan bencana agar koordinasi berjalan optimal.
Dimulai dengan kondisi krisis yang marak terjadi di Indonesia. Sudah selayaknya masyarakat berhak tahu mengenai kondisi krisis yang terjadi. Apakah itu terkait krisis fisik ataupun krisis non-fisik yang menimpa negara, ataupun organisasi terutama organisasi yang sahamnya telah tercatat di lantai bursa. Untuk memenuhi kepuasan kepentingan publik tersebut maka media massa yang diwakili oleh para pegiat media pastilah mengejar Humas Pemerintah (BNPB) sebagai sumber berita. Salah satu yang ditawarkan oleh wartawan Kompas dalam bukunya yang berjudul “Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalisme (2010)”. Dimana buku ini cukup komprehensif melihat profesi jurnalis yang meliput bencana, termasuk contoh detail rekaman peristiwa hasil terjun langsung di medan bencana serta dilema yang dihadapinya. Pada sisi ini, media massa tentu memiliki kepentingan mewartakan bencana namun sekaligus media harus bijaksana menyikapi berbagai kepentingan yang harus dikompromikan. Kompromi itu adalah hal-hal yang terkait kode etik dengan kepentingan komersial.
Namun sayang, seringkali praktisi media harus taat terhadap kode etik jurnalistik dan memenuhi hukum pasar yang berlaku di mana unsur-unsur bombastis dan menjual kepedihan kadang masih mendominasi berita tentang bencana membuat para pegiat media seringkali terjebak dalam romantisme kemanusiaan.
George D Haddow dan Kim S Haddow, pengarang buku Communications in A Changing Media World (2009) menyebutkan bahwa di masa lalu, biasanya kita baru mengetahui sebuah bencana lama setelah kejadian itu berlalu. Namun, sekarang tidak lagi. Teknologi baru, laptop, telepon genggam, sistem pengirim pesan, kamera digital, dan internet telah mengubah gelombang pengumpulan dan pendistribusian berita. Teknologi-teknologi ini juga merubah jalannya informasi, dari yang dulunya terpusat, dengan model atas bawah melalui pemerintah maupun pekerja media profesional, berubah menjadi lebih dinamis. Kini, semua orang bisa mengirim berita kepada siapa pun, kapan pun juga. Hadirnya media baru seperti Twitter, LINE, Facebook, WhatsApp, Instagram, Youtube dan lainnya. Perlu diingat bahwa kehadiran media baru itu tidak serta merta mengambil alih tugas media massa, karena media massa tetap diperlukan untuk menjembatani relasi dengan audiens. Pada konteks ini para relawan harus tetap membina komunikasi yang baik dengan media, untuk mengkomunikasikan kondisi krisis sehingga krisis bisa ditangani dan bisa dicegah.
Konsep pentahelix juga dinilai dapat mengurangi kecenderungan masyarakat untuk terlalu bergantung pada pemerintah dalam menghadapi persoalan di sekitar mereka. Bahwa kebencanan bisa dikurangi resikonya melalui kolaborasi pentahelix. Selama ini jangan sangka bahwa urusan kehidupan hanya tanggung jawab pemerintah. kerja sama pentahelix melibatkan kerja sama dari lima elemen masyarakat, yakni pemerintah, kalangan pengusaha, komunitas, media, dan akademisi. Masing-masing elemen memberikan sumbangsihnya dalam pemecahan masalah secara kolaboratif, dengan mengesampingkan perbedaan-perbedaan.
Pemberitaan di media massa maupun new media mengarah pada upaya menuju bangsa yang tangguh bencana, yakni bangsa yang memiliki daya antisipasi terhadap bencana, bangsa yang mempunyai daya proteksi dengan menangkis dan menghindar bencana, serta bangsa yang tinggi daya adaptasinya.